Mubarakways.com - Perkembangan era digital telah mengubah secara fundamental cara manusia berinteraksi, mengonsumsi informasi, dan membentuk identitas diri. Salah satu fenomena psikologis yang muncul sebagai dampak dari revolusi digital ini adalah Fear of Missing Out (FOMO), yaitu rasa takut tertinggal informasi, tren, atau pengalaman yang dianggap penting oleh masyarakat. FOMO tidak hanya memengaruhi pola perilaku individu tetapi juga mengganggu proses pembentukan identitas, terutama di kalangan remaja dan generasi muda yang sedang dalam fase pencarian jati diri.
Dalam konteks disrupsi digital, FOMO menjadi salah satu penyebab utama krisis identitas, di mana individu kehilangan arah dalam membentuk konsep diri akibat tekanan sosial media dan banjir informasi yang tidak terkendali. Tulisan ini akan menguraikan dampak FOMO terhadap disrupsi identitas dengan merujuk pada berbagai sumber, termasuk upaya untuk meminimalisir efek negatifnya.
FOMO sebagai Fenomena Psikologis di Era Digital
Fear of Missing Out (FOMO) merupakan kecemasan yang muncul ketika seseorang merasa orang lain sedang mengalami hal-hal menyenangkan atau penting tanpa kehadirannya. Fenomena ini semakin kuat dengan hadirnya media sosial, di mana pengguna terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan unggahan orang lain yang terlihat lebih sempurna.
Penelitian menunjukkan bahwa FOMO berkaitan erat dengan tingkat kepuasan hidup yang rendah dan kecenderungan kecanduan media sosial. Remaja dan generasi muda menjadi kelompok yang paling rentan karena mereka sedang dalam fase pembentukan identitas. Mereka yang mengalami FOMO cenderung terobsesi dengan validasi sosial seperti jumlah likes dan komentar, mengalami kecemasan akibat perbandingan sosial, serta mengadopsi gaya hidup konsumtif hanya untuk mengikuti tren.
FOMO juga berkaitan dengan fenomena lain seperti YOLO (You Only Live Once) dan FOPO (Fear of Other People’s Opinions), yang mendorong perilaku impulsif sekaligus ketakutan berlebihan terhadap penilaian orang lain. Kombinasi ketiganya mempercepat disrupsi identitas, di mana individu kehilangan stabilitas dalam memahami diri sendiri.
FOMO dan Disrupsi Identitas Nasional
Disrupsi digital tidak hanya memengaruhi identitas personal tetapi juga identitas kolektif, termasuk identitas nasional. Media sosial telah mengubah cara masyarakat memandang budaya lokal, di mana pengaruh global seringkali mengikis nilai-nilai tradisional. Penyebaran hoaks dan disinformasi juga turut memecah belah persatuan, sementara generasi muda semakin terpapar budaya global yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Pertanyaan besar muncul: apakah teknologi memperkuat jati diri atau justru merusaknya? Di satu sisi, digitalisasi membuka akses terhadap pengetahuan dan kemajuan, tetapi di sisi lain, ia juga mempercepat erosi identitas budaya akibat dominasi konten asing yang tidak tersaring.
Dampak FOMO pada Gaya Hidup dan Kesehatan Mental
FOMO mendorong gaya hidup konsumtif, di mana seseorang membeli produk atau mengikuti tren hanya agar tidak merasa tertinggal. Kebiasaan ini memicu perilaku hedonistik, seperti pembelian barang-barang viral yang sebenarnya tidak dibutuhkan, eksploitasi konten pribadi demi validasi sosial, serta gaya hidup instan yang mengabaikan nilai keberlanjutan.
Di sisi kesehatan mental, FOMO berkaitan erat dengan kecemasan, depresi, dan ketergantungan digital. Banyak orang merasa tertekan karena terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain di media sosial, yang pada akhirnya mengganggu produktivitas dan kualitas tidur.
Untuk mengatasi hal ini, beberapa ahli menyarankan digital detox dan pengembangan JoMO (Joy of Missing Out), yaitu kesadaran bahwa melewatkan beberapa hal justru dapat membuat hidup lebih bermakna.
Solusi dan Rekomendasi
Mengatasi dampak buruk FOMO dan disrupsi identitas memerlukan upaya kolektif. Literasi digital menjadi kunci untuk membantu masyarakat menggunakan media sosial secara sehat. Selain itu, penguatan identitas budaya melalui konten kreatif berbasis lokal dapat menjadi penyeimbang terhadap pengaruh global. Pendekatan psikologis juga diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang manajemen FOMO dan kesehatan mental.
Regulasi konten di media sosial juga harus diperkuat untuk membatasi penyebaran informasi yang memicu kecemasan sosial. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan teknologi dapat menjadi sarana penguatan identitas, bukan alat disrupsi.
Sumber:
Posting Komentar