Obesitas di Indonesia Kian Meresahkan: Potensi Krisis Kesehatan di Era Modern

Obesitas di Indonesia Kian Meresahkan: Potensi Krisis Kesehatan di Era Modern

Mubarakways.com - Indonesia tengah menghadapi sebuah ancaman kesehatan masyarakat yang senyap namun destruktif: obesitas. Dulu lebih dikenal dengan isu kekurangan gizi, kini Indonesia…

Generasi "Ekor Busuk": Kenyataan Pahit Fresh Graduate di Tiongkok dan Potensi Bayangannya di Indonesia

Mubarakways.com - Gelar sarjana yang diperjuangkan bertahun-tahun dengan jerih payah dan biaya tak sedikit, bukannya menjadi tiket menuju karir gemilang, malah berubah menjadi beban rasa malu dan keputusasaan. Inilah realitas pahit yang melanda jutaan pemuda Tiongkok, dijuluki "Lanweihou" (烂尾后) atau "Anak Ekor Busuk". Fenomena ini menyebar cepat di media sosial dan menjadi sorotan tajam media global, menggambarkan lulusan perguruan tinggi yang menganggur, terpaksa kembali ke kampung halaman, dan hidup bergantung pada orang tua—seperti "ekor busuk" yang menjadi aib keluarga. Lantas, akankah bayangan suram ini menghantui Indonesia?

Pencari Kerja di Tiongkok (Sumber: Detikfinance)

Membedah "Ekor Busuk": Fenomena Besar di Tiongkok
Berdasarkan analisis berbagai sumber, fenomena "Lanweihou" bukan sekadar istilah viral, melainkan cermin krisis multidimensi. Gelombang pengangguran pemuda di Tiongkok mencapai tingkat yang mencemaskan. Data menunjukkan tingkat pengangguran pemuda perkotaan (16-24 tahun) sempat menyentuh 14,9% pada Mei 2025. Angka riil diperkirakan jauh lebih tinggi, terutama di kalangan fresh graduate. Tahun 2025 saja diperkirakan ada 11,58 juta lulusan baru yang masuk pasar kerja, menambah beban yang sudah berat.

Kontraksi ekonomi dan gelombang PHK turut memperparah situasi. Sektor-sektor yang biasanya menjadi penyerap tenaga kerja terbesar bagi lulusan baru, seperti teknologi (tech) dan properti, mengalami kemerosotan signifikan. Raksasa tech seperti Alibaba, Tencent, dan ByteDance melakukan PHK besar-besaran. Krisis properti yang belum pulih menambah panjang daftar pengangguran terdidik.

Ketimpangan antara sistem pendidikan dan pasar kerja juga menjadi masalah serius. Sistem pendidikan tinggi Tiongkok memproduksi lulusan dalam jumlah masif, tetapi kurikulum seringkali tidak selaras dengan kebutuhan industri yang berubah cepat. Banyak jurusan menghasilkan lulusan tanpa keterampilan praktis yang dibutuhkan atau dalam bidang yang sudah jenuh.

Persaingan di dunia kerja pun berlangsung sangat ketat, bahkan kejam. Dengan jumlah pelamar yang jauh melebihi lowongan yang tersedia—terutama untuk posisi bergengsi di perusahaan besar atau pemerintahan—nilai cumlaude dan gelar dari kampus ternama pun tak menjamin kesuksesan.

Stigma sosial dan beban psikologis turut memperberat keadaan. Budaya Tiongkok yang sangat menghargai kesuksesan akademis dan karir membuat kegagalan mendapatkan pekerjaan layak pascakuliah menjadi beban mental yang luar biasa. Julukan "ekor busuk" memperparah rasa malu, putus asa, dan rendah diri, bahkan memicu masalah kesehatan mental. Kembali ke kampung halaman tidak lagi dipandang sebagai pilihan nyaman, melainkan simbol kegagalan.

Harapan orang tua juga menjadi beban tersendiri. Banyak keluarga di Tiongkok berinvestasi besar-besaran—bahkan berhutang—untuk pendidikan anak, dengan harapan mereka akan sukses dan membalas jasa. Fenomena "Lanweihou" menghancurkan harapan ini, menciptakan ketegangan dalam keluarga.

Potensi "Ekor Busuk" di Indonesia: Ancaman Nyata atau Bisa Diatasi?
Menengok ke Indonesia, pertanyaan menggelayut: akankah fenomena serupa terjadi?. Analisis menunjukkan potensi itu nyata, meski konteks dan skalanya mungkin berbeda.

Lonjakan jumlah lulusan dan tingginya pengangguran terbuka pemuda menjadi tanda peringatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) usia 15-24 tahun Indonesia mencapai 15,45% pada Februari 2025. Meski tidak sebesar angka Tiongkok saat ini, tren kenaikan jumlah lulusan versus penciptaan lapangan kerja formal yang berkualitas perlu diwaspadai.

Kesenjangan kompetensi (skills mismatch) juga menjadi masalah serupa. Keluhan mengenai ketidaksesuaian kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri sering terdengar di Indonesia. Kurikulum yang ketinggalan zaman dan kurangnya link and match antara dunia pendidikan tinggi dengan dunia kerja adalah akar masalahnya.

Ketergantungan pada sektor tertentu juga berisiko. Ekonomi Indonesia tidak kebal dari gejolak global. Perlambatan ekonomi dapat memukul sektor ekspor dan manufaktur. Kontraksi di sektor padat tenaga kerja terdidik, seperti teknologi atau keuangan, bisa memicu peningkatan pengangguran fresh graduate.

Stigma sosial dan tekanan mental juga ada, meski belum sekuat di Tiongkok. Budaya "sukses" dan tekanan untuk segera bekerja setelah lulus cukup kuat di Indonesia. Kegagalan mendapatkan pekerjaan bisa memicu rasa malu dan keengganan pulang ke daerah asal, meski stigma "ekor busuk" secara spesifik belum muncul.

Namun, beberapa faktor pembeda mungkin melindungi Indonesia dari krisis sehebat di Tiongkok. Struktur ekonomi yang lebih beragam dengan peran besar UMKM dan sektor informal bisa menjadi "katup pengaman" penyerapan tenaga kerja, meski dengan gaji dan status yang mungkin tidak ideal. Budaya wirausaha juga relatif lebih berkembang.

Dinamika demografi Indonesia juga berbeda. Negara ini masih berada dalam periode bonus demografi, di mana proporsi usia produktif besar. Jika dikelola dengan baik, hal ini bisa menjadi peluang pertumbuhan ekonomi jangka panjang, berbeda dengan Tiongkok yang mulai menghadapi penuaan populasi.

Kebijakan ketenagakerjaan dan pelatihan seperti Kartu Prakerja dan penguatan Balai Latihan Kerja (BLK) juga menjadi upaya pemerintah meningkatkan keterampilan angkatan kerja. Meski efektivitasnya perlu ditingkatkan, kerangka kebijakannya sudah ada.

Selain itu, ekspektasi sosial terhadap jalur karir di Indonesia mungkin tidak sekaku di Tiongkok. Ada lebih banyak penerimaan terhadap jalur kewirausahaan, kerja freelance, atau mengambil pekerjaan sementara di luar bidang studi.

Mencegah "Ekor Busuk" Bersemi di Nusantara: Langkah Strategis
Agar Indonesia tidak mengikuti jejak pahit Tiongkok, diperlukan tindakan kolektif yang masif dan berkelanjutan.

Pertama, revitalisasi pendidikan tinggi. Perguruan tinggi harus mereformasi kurikulum, memperkuat link and match dengan industri melalui magang bersertifikat, kolaborasi penelitian terapan, dan menghadirkan praktisi. Fokus pada pengembangan soft skills (berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, kolaborasi) dan keterampilan masa depan (digital, data, ekonomi hijau).

Kedua, peran pemerintah sebagai pencipta lapangan kerja dan fasilitator. Kebijakan ekonomi harus berorientasi pada penciptaan lapangan kerja berkualitas, terutama di sektor berpotensi tinggi seperti ekonomi digital, hijau, dan manufaktur bernilai tambah. Memperkuat akses permodalan UMKM juga penting.

Ketiga, dunia usaha perlu lebih terbuka bermitra dengan kampus, tidak hanya dalam kurikulum tetapi juga menyediakan kesempatan magang bermutu dan program graduate development.

Keempat, mendorong jiwa kewirausahaan. Menciptakan ekosistem yang mendukung (akses pendanaan, pendampingan, regulasi ramah) bagi lulusan baru yang ingin memulai usaha. Mengubah pola pikir dari "mencari kerja" menjadi "menciptakan kerja".

Kelima, mengurangi stigma dan membangun ketahanan mental. Kampanye sosial untuk mengurangi tekanan terhadap pengangguran dan beragam jalur karir perlu digencarkan. Lembaga pendidikan dan keluarga harus membekali generasi muda dengan life skills dan resilience menghadapi tantangan.

Simpulan
Fenomena "Lanweihou" di Tiongkok adalah peringatan keras bagi dunia, termasuk Indonesia. Ia menunjukkan betapa rapuhnya masa depan generasi muda ketika gelombang besar lulusan perguruan tinggi bertemu dengan ekonomi yang melambat, ketimpangan kompetensi, dan sistem yang gagal beradaptasi. Gejala-gejala awalnya—tingginya TPT pemuda terdidik dan keluhan skills mismatch—sudah terlihat di Indonesia.

Namun, nasib Indonesia belum tentu sama. Struktur ekonomi yang lebih beragam, peran UMKM, kebijakan pelatihan, dan ruang untuk kewirausahaan menjadi faktor penahan potensi krisis sehebat di Tiongkok. Kunci utamanya terletak pada antisipasi dan tindakan nyata. Revitalisasi pendidikan tinggi, penciptaan lapangan kerja berkualitas, dan pembangunan jiwa resiliensi serta kewirausahaan pada generasi muda adalah harga mati.

Mencegah tumbuhnya generasi "ekor busuk" di Indonesia bukan hanya tentang angka pengangguran, melainkan tentang menyelamatkan masa depan, potensi, dan harapan jutaan anak bangsa. Waktu untuk bertindak adalah sekarang, sebelum bayangan itu menjadi kenyataan.

Sumber:
  1. Konfrontasi. (2025, Mei). China Dilanda Fenomena 'Anak Ekor Busuk', Apa Itu? Diambil dari https://www.konfrontasi.com/2025/05/china-dilanda-fenomena-anak-ekor-busuk.html
  2. Netralnews. Fenomena 'Anak Ekor Busuk' Muncul di Tengah Gelombang PHK di China. Diambil dari https://www.netralnews.com/fenomena-anak-ekor-busuk-muncul-di-tengah-gelombang-phk-di-china/TWVkY2QwWGdOSzZYUWNDdi9aMXQrQT09
  3. MSN News. Generasi "Ekor Busuk": Kisah Pilu Para Sarjana di Tiongkok. Diambil dari https://www.msn.com/id-id/berita/other/generasi-ekor-busuk-kisah-pilu-para-sarjana-di-tiongkok/ar-AA1Hw2m2?ocid=winp1taskbar&cvid=6860a6da78604a15a165a47055beb1e7&ei=28
  4. Menara Madinah. Fenomena ” The Child with the Rotten Tail ” dan Tragedi Pengangguran di Indonesia. Diambil dari https://menaramadinah.com/95743/fenomena-the-child-with-the-rotten-tail-dan-tragedi-pengangguran-di-indonesia.html
  5. Investing.com Indonesia. Pengangguran kaum muda di Tiongkok memunculkan 'anak-anak ekor busuk'. Diambil dari https://id.investing.com/news/economic-indicators/pengangguran-kaum-muda-di-tiongkok-memunculkan-anakanak-ekor-busuk-93CH-2600178
  6. Naker.news. Generasi Ekor Busuk di China: Lulusan Kuliah Menganggur dan Tak Punya Harapan? Diambil dari https://www.naker.news/news/1991126423/generasi-ekor-busuk-di-china-lulusan-kuliah-menganggur-dan-tak-punya-harapan
  7. CNBC Indonesia. Petaka Baru di China, Muncul Fenomena "Anak dengan Ekor Busuk". (2025, Maret 15). Diambil dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20250315144123-4-618894/petaka-baru-di-china-muncul-fenomena-anak-dengan-ekor-busuk
  8. Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. (2025). Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2025 (dikutip secara umum dalam analisis tren)

Posting Komentar